Judul boleh English, tulisan isi bahasa Indo aja yeee. Lagi males muter otak dua kali buat nulis basa inggris. Hihi :D
So well yeah, setelah lama tidak mengisi blog, pagi ini saya ingin memberikan ulasan saya terhadap salah satu maskapai penerbangan yang memang tidak berasal asli dari Indonesia namun memiliki jadwal penerbangan yang cukup banyak di negeri ini. Yap, AIRASIA. Maskapai penerbangan dengan label merek Airasia ini berasal dari negri seberang Indonesia yaitu Malaysia. Selain tersohor karena low-fare yang mereka tawarkan, nama Airasia menjadi cukup populer tidak hanya di kalangan warga Asia namun dunia ketika maskapai ini dirundung duka yang mendalam dengan adanya insiden hilangnya penerbangan QZ8501 yang membawa 162 penumpang beserta awak kabin dari Surabaya menuju Singapura pada 28 Desember 2014 silam.
Bencana boleh jadi memang hanya bencana yang merupakan kehendak Sang Pencipta. Namun, dampak yang diberikan dari tragedi tersebut tidaklah main-main. Banyak media yang menyiarkan jika saham Airasia anjlok, penjualan menurun, dan lain sebagainya. Wajar! Siapa yang tidak was-was menaiki pesawat yang memiliki track record seperti itu. Apalagi jiwa parno orang Indonesia, termasuk saya ini. Hehe. Tidak sedikit pula orang tua yang seketika itu pula melarang putera-puteri mereka menggunakan maskapai tersebut untuk berpergian baik di dalam maupun ke luar negeri. Saya yang saat itu terlibat di sebuah organisasi pertukaran pelajar menyaksikan sendiri dampak post disaster Airasia. Tidak sedikit peserta pertukaran pelajaran kami yang membatalkan ataupun mengganti maskapai penerbangan mereka ketika beberapa dari mereka sudah memegang tiket Airasia di tangan.
Airasia memang menjadi favorit dan merupakan pilihan pertama peserta pertukaran pelajar kami khususnya bagi mereka yang memilih negara di Asia. Dengan adanya insiden tersebut, beberapa dari mereka tetap pasrah, terbang bersama maskapai yang berslogan "Now, Everyone can fly" itu. Bagi mereka, jikalau ada apa-apa, ya itu sudah takdir. Di lain sisi, tidak sedikit pula yang membatalkan atau mengganti maskapainya. Saya yang notabene bukan pengguna kapal terbang dengan intensitas yang tinggi, dan lebih memfavoritkan kereta api, hanya bisa berbelas kasih terhadap maskapai tersebut. Sebelum adanya insiden, saya pernah sekali menggunakan maskapai Airasia. Saya puas sekali dengan setiap pelayanan yang diberikan maskapai tersebut terutama perihal ketepatan waktunya. Lalu?
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
3 Juli 2015.
Hari itu, menjawab panggilan wawancara kerja, saya diharuskan pergi ke ibukota. Biasanya saya lebih memilih menggunakan jasa kereta api karena aksesnya lebih mudah dituju bagi saya yang tidak berdomisili di kota yang memiliki bandar udara. Praktis. Namun, karena beberapa jadwal yang hampir bentrok, saat itu saya memutuskan naik pesawat saja untuk menuju Jakarta. Membuka website agen tiket online, beberapa maskapai dengan variasi harga dan waktu disuguhkan untuk dipilih. Saya membutuhkan penerbangan pagi hari. Saat itu pilihan saya ada dua, Airasia dan Garuda. Entah kenapa ketika itu Garuda yang terkenal dengan harga premiumnya menawarkan harga yang cukup terjangkau. Namun, jika dibandingkan dengan Airasia, selisih harga tetap berkisar kurang lebih seratus ribu rupiah. Memang tidak banyak, akan tetapi seratus ribu di Jakarta berarti banyak bagi saya. Itu cukup untuk membeli makanan buka dan sahur untuk keesokan harinya (haha, perhitungan yee). Dan akhirnya saya pun memilih Airasia.
Hari itu, menjawab panggilan wawancara kerja, saya diharuskan pergi ke ibukota. Biasanya saya lebih memilih menggunakan jasa kereta api karena aksesnya lebih mudah dituju bagi saya yang tidak berdomisili di kota yang memiliki bandar udara. Praktis. Namun, karena beberapa jadwal yang hampir bentrok, saat itu saya memutuskan naik pesawat saja untuk menuju Jakarta. Membuka website agen tiket online, beberapa maskapai dengan variasi harga dan waktu disuguhkan untuk dipilih. Saya membutuhkan penerbangan pagi hari. Saat itu pilihan saya ada dua, Airasia dan Garuda. Entah kenapa ketika itu Garuda yang terkenal dengan harga premiumnya menawarkan harga yang cukup terjangkau. Namun, jika dibandingkan dengan Airasia, selisih harga tetap berkisar kurang lebih seratus ribu rupiah. Memang tidak banyak, akan tetapi seratus ribu di Jakarta berarti banyak bagi saya. Itu cukup untuk membeli makanan buka dan sahur untuk keesokan harinya (haha, perhitungan yee). Dan akhirnya saya pun memilih Airasia.
Was-was? Khawatir? Terlepas dari kenyataan bahwa itu Airasia yang mempunyai track record insiden pesawat hilang, saya memang notabene kategori orang yang agak takut naik pesawat. Trauma turbulensi hebat ketika saya menjalani ibadah umroh tiga tahun silam cukup melekat di pikiran saya yang menciptakan keparnoan luar biasa jika saya naik pesawat. Ditambah ini Airasia yang akan saya naiki. Jangan ditanya seberapa hebat mulesnya perut saya sebelum boarding. Haha.
Oke, sekarang saya review dulu sebelum memasuki fase mules tersebut :D sistem check-in yang ditawarkan oleh Airasia sangatlah mudah dan praktis. Saya kurang tau sistem check-in maskapai dalam negeri lainnya karena terakhir saya menggunakan Citilink dan sistem online check-in nya sedikit ribet (ya mungkin saya juga sih yang agak katrok waktu itu :p).
Oke, sekarang saya review dulu sebelum memasuki fase mules tersebut :D sistem check-in yang ditawarkan oleh Airasia sangatlah mudah dan praktis. Saya kurang tau sistem check-in maskapai dalam negeri lainnya karena terakhir saya menggunakan Citilink dan sistem online check-in nya sedikit ribet (ya mungkin saya juga sih yang agak katrok waktu itu :p).
Punya ponsel canggih dan digadang-gadang berstatus pintar, boleh dong saya manfaatkan semaksimal mungkin :D Menghindari resiko macet di jalan, saya pun memilih online check in. Cara online check-in di Airasia ini tergolong sangat mudah. Saya tinggal memasukkan kode booking, kemudian layar akan menunjukkan informasi data diri saya, jika informasi sudah benar tinggal klik ok. Barcode pun muncul siap discan untuk cetak boarding pass. Saya kira cetak boarding pass nya bakal ribet. Ternyata, sangat mudah. Sesampainya di Juanda, saya menuju mesin cetak tiket yang disediakan Airasia. Tidak sampai semenit. Saya menempelkan barcode yang saya dapatkan ketika online check in ke mesin tersebut, kemudian boarding pass pun tercetak otomatis. Agak sedih sih lihat kertasnya yang bagaikan kertas untuk struk belanja :"D haha, tapi apalah jika ujung-ujungnya dibuang juga. Yang penting saya bisa terbang sampai Jakarta. Yippiii ~
Senang dong saya ngga sampai satu menit boarding pass sudah di tangan. Naiklah saya ke gate untuk boarding. Taraaaa, mules dimulai. Mules pun menjadi-jadi ketika ada pengumuman kalau pesawat saya delay 15 menit. Ketika itu pikiran saya sudah yang nggak-nggak. Jangan-jangan pesawatnya ngga siap terbang, jangan-jangan cuacanya buruk, jangan-jangan kondisi mesin ngga fit, jangan asem, jangan kunci :")) Setelah 15 menit menunggu, saya pun diperbolehkan naik ke pesawat. Mules saya mulai reda melihat betapa bersihnya pesawat yang saya naiki, pun design nya juga lucu. Tidak seperti pesawat Airasia yang didominasi warna merah, airbus yang saya naiki kala itu didominasi warna hitam. Widih.. rocker dan youth banget lah pokoknya :D tidak menunggu lama, pesawat siap lepas landas. Di dalam pesawat, awak kabin menjelaskan alasan dibalik keterlambatan 15 menit tadi, yaitu jadwal pilot yang bentrok. Oke lah bisa diterima. Mules saya pun hilang ketika pesawat berhasil take-off dengan mulus. Perjalanan 1 jam 20 menit menuju Jakarta pun sangatlah nyaman dan memang didukung oleh cuaca cerah pagi itu hingga landing di bandara Soekarno-Hatta.
Ah, lagi-lagi maskapai ini memberikan good impression bagi saya yang parno sama pesawat. Pilot pun menyapa kami dengan sangat ramah dan salam santun. Satu lagi yang saya apresiasi adalah komitmen Airasia yang tetap menerbangkan pesawat dengan jumlah penumpang yang minim. Coba tebak berapa penumpang di dalam pesawat yang saat itu saya naiki? Hanya sekitar 30-40 orang saja yang berada dalam satu pesawat dengan saya. Iya, 30-40 saja dengan kapasitas yang harusnya bisa lebih dari 100!! Sampai-sampai bapak di samping saya yang tertidur dari sebelum take-off pun terkaget-kaget.
"Mbak ini penumpangnya segini aja mbak?" tanya si Bapak ke saya.
"Iya pak. Kaget ya pak." jawab saya kemudian.
Bisa dibayangkan dong. Harga yang dibanderol tidak lebih dari 600.000 rupiah per tiketnya dan diisi dengan jumlah penumpang se'banyak' itu. Untuk biaya perawatan dan bahan bakar saja mungkin sudah habis terpakai. Belum untuk biaya pilot, cabin crew dll. Coba itu maskapai tidak profesional dan tidak memikirkan customernya, pasti sudah di delay ber jam-jam dan digabung dengan penerbangan di jam berikutnya.
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pokoknya terima kasih sekali lah untuk Airasia atas service yang diberikan. CRM yang baik telah terbukti dijunjung tinggi sebagai value perusahaan ini. Image post disaster mungkin memang agak susah untuk dikembalikan, namun perlahan tapi pasti, maskapai ini pun mampun membawa nama baiknya kembali melalui pelayanan yang baik serta kualitas yang terjaga. Dan kembali lagi jika musibah bagaimanapun datangnya dari Sang Kuasa. Kita tidak pernah tau kapan itu akan terjadi. Semoga pelayanan yang baik ini bukan semata-mata hanya demi mengembalikan citra perusahaan akan tetapi selamanya tetap dijunjung untuk memberikan yang terbaik bagi para customernya.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Source: yudasmoro.net
~Now, everyone [still] can fly~